Sekilas Info Sandy Sondoro

Source; forum idws lau2 *_*

Sandhy Sondoro, lahir di pulau Jawa, Indonesia. Sandhy lahir dari keluarga yang mencintai musik. Di rumahnya selalu terdengar irama Pop Amerika, folk, jazz dan blues yang berasal dari permainan gitar sang Ibu atau ayahnya sehari-hari.

Bukan musik tradisional Indonesia yang mempengaruhinya melainkan musik soul dan blues. Sandhy Sondoro tidak hanya penyanyi, penulis lagu, dan pemain gitar yang baik, dia juga memiliki banyak bakat lainnya seperti ahli menggambar dan memasak. Di Indonesia, Sandhy Sondoro mulai bermain di sebuah band ketika SMA.

Sandhy membawakan lagu-lagu rock dari band Van Halen, Mr Big atau The Black Crowes dalam band tersebut. Pada usia 18 tahun ia pergi mengunjungi pamannya di California dan tinggal di sana untuk beberapa waktu. Setahun kemudian ia pergi ke Jerman untuk belajar arsitektur.

Kesulitan berbuah hasil. Di Berlin, Sandhy yang hidup sendiri terpaksa mandiri. Mulai dari mencari uang makan, belajar memasak, hingga membiayai studinya. Tak ayal, ia mesti memutar otak dan memeras keringat.

Dorongan untuk bermusiklah yang akhirnya menjadikan jalan untuk mengumpulkan pundi-pundi penyambung hidup. Ia pun mulai menjajaki jalan-jalan kota Berlin, mengamen di Metro, dari pub ke pub. Di jalanan Berlin ini pula ia mulai dikenal dan berkenalan dengan sejumlah musisi dan produser.

Setelah mengeluarkan album bertitel Why don't we debut yang mengukuhkan keberadaan, serta kualitas dirinya sebagai 'pendatang luar' di blantika musik Jerman, dan mendapat apresiasi positif oleh banyak kalangan di benua biru itu.

Kini single terbaru Shine hasil kolaborasi dengan duo DJ Ibiza dan Dublex Inc, terus menapaki posisi atas airplay dan chart radio di kota-kota besar Eropa seperti Berlin, Austria, Madrid, dan Paris.

Sandhy yang mengidolai Almarhum Benyamin S. ini sudah lama memulai karir musik profesional. Namun baru banyak dikenal publik Jerman setelah tampil di salah satu acara televisi nasional Jerman ProSieben yaitu TV Total pada 2007.

Akhirnya Sandhy Sondoro ikut dalam ajang kontes seperti American Idol bernama SSDSDSSWEMUGABRTLAD di TV Jerman Pro7 (ProSieben).

Seperti halnya Indonesian Idol, acara ini cukup sohor di Jerman yang dipandu host Stefan Raab. Jelas ini membanggakan kita sebagai orang Indonesia. Kecintaan pada musik dan keharusan bertahan hidup sambil menyelesaikan kuliah, ia jalani sebagai musisi jalanan.

Bernyanyi di trotoar hingga ke subway sekalipun adalah keseharian seorang Sandhy Sondoro. Lagunya yang cukup terkenal Down On The Street merupakan detail soundtrack kehidupannya yang diasah lewat pengalaman ber-jam session dengan sejumlah musisi lain di sebuah jazz bar di jantung kota Berlin.

Kemampuannya menulis, mengaransemen, dan menyanyikan lagu cukup disegani kalangan musisi papan atas Jerman, seperti Gregor Meyle.

Berbagai panggung prestise semacam House of World Cultures atau Museum Isle di Berlin juga pernah disinggahi Sandhy Sondoro sebagai tempat mengekspresikan musiknya.

Memang menarik untuk menyimak perjalanan karir musik Sandhy Sondoro di negeri orang yang secara tidak sengaja menyeret nama Indonesia, negara asalnya, yang kini ia harumkan lewat banyak prestasi. Untuk itu pula pada Agustus 2008, KBRI Jerman memberinya anugerah Satya Lencana Karya Satya.
Penyanyi Indonesia yang lama menetap di Jerman, Shandy Sondoro dan penyanyi Ukraina, Jamala (Susana Jamaladinova) akhirnya ditetapkan sebagai juara bersama pada festival penyanyi muda internasional New Wave 2009 yang diadakan di pantai Yurmala, Latvia. Dan keduanya berhak memperoleh hadiah masing-masing 50.000 euro.

Persaingan antara kedua penyanyi, Shandy dan Jamala sudah nampak sejak hari pertama lomba yang disiarkan langsung oleh TV Ukraina dari Latvia. Hari pertama Shandy menyanyikan lagu “When a Man Loves a Woman” memperoleh nilai 119 sedangkan pada hari kedua Shandy membawakan lagu ciptaannya sendiri “Kasihku” dengan perolehan nilai 238.

Jamala yang difavoritkan karena memliki lengking suaranya yang khas, juga memperoleh nilai yang sama yaitu 238 hingga hari kedua. Pada hari ketiga, lagu “End of Rainbow” yang diciptakan Shandy memperoleh standing ovation penonton dan keseluruhan 12 juri memberi nilai sempurna, 10, sehingga nilainya menjadi 358. Hal sama juga diperoleh Jamala.

Hal tersebut bisa jadi membuat bingung para juri, sehingga akhirnya disepakati juara festival tersebut menjadi 2 orang. Terdapatnya dua pemenang pertama merupakan sejarah baru festival New Wave sejak diselenggarakan tahun 2002. Sebagaimana dilansir koran Segodnya di Kyiv, sejam sebelum acara pemberian hadiah pihak panitia akhirnya sepakat menambah hadiah 50.000 euro yang sebagian di antaranya dikeluarkan dari kocek pribadi Igor Krutoi, ketua juri yang pro Shandy.

Tempat kedua lomba diraih penyanyi Italia, Antonello Karozza dengan hadiah 30.000 euro dan tempat ketiga, Mark Yusim dari Rusia, memperoleh 15.000 euro.

Legenda musik Rusia, Alla Pugacheva juga menyerahkan hadiah khusus Golden Star Alla dan uang USD 50.000 kepada penyanyi Ukraina, Mila Nitic.

“Bagi saya kemenangan bukanlah hal utama; yang terpenting adalah sambutan publik (Latvia) yang luar biasa, yang benar-benar diluar dugaan saya,” ujar Shandy sebagaimana dikutip dari koran Segodnya.

Festival penyanyi muda internasional New Wave 2009 diikuti peserta dari Latvia, Kazakhstan, Cina, Italia, Indonesia, Polandia, Finlandia, Perancis, Ukraina dan Rusia. Festival ini yang diadakan setahun sekali di pantai Yurmala, Latvia sangat popular di belahan Eropa Timur khususnya negara eks Uni Soviet.

Juri lomba terdiri dari selebritis terkemuka Rusia, seperti Valery meladze, Nikolay Baskov, Igor Krutiy, Alla Pugachova, dan Filip Kirkorov.

Penyelenggaraan festival itu sendiri sempat diwarnai protes delegasi Cina yang tidak puas atas nilai terendah yang diberikan juri kepada penyanyi Cina, Gu Liya, 190, pada hari kedua lomba. Pada acara pemberian hadiah, Gu Liya memperoleh piagam penghargaan dari pemda Yurmala.

Video Sandhy Sondoro di New Wave 2009:
http://www.youtube.com/watch?v=L4hUOwKINx0&feature=player_embedded#at=24



Tidak ada komentar:

Posting Komentar